Fenomena Si Janda Bolong, Tanaman Hias dengan Harga Selangit
Jum'at, 02 Oktober 2020 - 15:00 WIB
A
A
A
EkonomInstitute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira menilai fenomena mahalnya
harga tanaman hias janda bolong ini disebut sebagai gelembung ekonomi. Hal itu dikarenakan janda bolong sebagai tanaman hias dari keluarga Monstera tersebut sedang menjadi primadona.
"
Fenomena tanaman janda bolong ini disebut sebagai gelembung ekonomi atau bubble economy di mana harga suatu barang jauh dari nilai intrinsiknya. Dalam sejarah bubble economy pertama kali dicatat pada tahun 1637 saat harga bunga tulip dihargai 3.000 sampai 4.200 gulden di Eropa," kata Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Selasa (28/9/2020).
------------------------------------------------------------
BACA JUGA :
MENAMAN DAN MEMANEN KEUNTUNGAN DARI BISNIS TANAMAN HIDROPONIK KONSUMSI BIJI JAMBU BISA TURUNKAN BERAT BADAN ------------------------------------------------------------
Dia melanjutkan fenomena ini ini terjadi berulang pada saat ramai ikan louhan, daun anthurium sampai batu akik menunjukkan adanya gejala irasionalitas di pasar. Misalnya, pada saat anturium dihargai setara mobil inova pada saat itu, ternyata ada permainan antar pedagang tanaman hias atau kartel yang menggoreng harga sehingga bisa ratusan juta rupiah. "Sekarang bisa terjadi lagi ketika tanaman hias seperti monstera atau
janda bolong harganya selangit. perlu diselidiki, siapa yang bermain dibelakang fenomena ini? yang jelas spekulan selalu menciptakan produk untuk dipermainkan," jelasnya.
(son)